Jumat, 29 Mei 2009

paru-paru kecil di jalan

Ketika kita berangkat ke tempat kerja dan sekolah hampir menggunakan waktu yang hampir sama. Fenomena yang pasti terjadi adalah meningkatnya kepadatan lalu lintas jalan raya menuju wilayah yang memiliki tempat kerja dan sekolah dalam jumlah banyak. Kepadatan lalu lintas jalan raya didominasi oleh kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor. Udara pagi yang seharusnya segar berubah menyesakkan dan gerah. Polusi udara yang tinggi terjadi disekitar jalan raya dengan tingkat kepadatan tinggi. Beberapa pemerintah berusaha mensiasati dengan berbagai cara, antara lain program three in one, memanjukan jam sekolah yang diharapkan mampu memecah tingkat kebutuhan jalan raya, melebarkan jalan kendaraan, menghentikan kendaraan-kendaraan niaga yang dapat ditunda keberangkatannya. Beragam usaha itu sepertinya tidak mampu mengimbangi tingkat kepadatan lalu lintas yang terus bertambah.
Area hijau diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam mengimbangi tingkat polusi yang ada. Sementara itu area hijau di sekitar jalan semakin menipis bahkan menghilang. Taman-taman dan hutan kota yang diharapkan mampu menjadi paru-paru kota berubah fungsi menjadi bangunan-bangunan gedung maupun non-gedung. Beberapa taman kota dikorbankan untuk menjadi jalan raya tanpa tergantikan. Padahal, manusia hingga saat ini tidak mampu bertahan hidup tanpa adanya oksigen, dan tanaman merupakan salah satu jenis makhluk yang menjadi produsen oksigen di siang hari, sedangkan polusi akan meningkat tinggi pada waktu-waktu aktifitas penduduk tinggi pula, yakni pagi hingga sore hari.
Jika kita sempatkan untuk memperhatikan di sekitar jalan, maka kita akan menemukan sudut-sudut “ruang sisa” yang tidak terkelola dengan baik. Seandainya kita berusaha berpikir “komersil” dalam memanfaatkan setiap jengkal tanah di negeri kita, maka kita akan mendapatkan “keuntungan” yang besar. Komersil di sini yang dimaksud adalah agar setiap jengkal tanah tersebut menghasilkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk khalayak secara maksimal dan menekan tingkat kerugian bagi kehidupan manusia. Udara bersih hingga saat ini menjadi “komoditi” yang mahal, kenapa kita tidak berusaha untuk “menjual” kepada manusia? Menjual udara segar dengan bayaran mengurangi kearoganan dan meminta kepedulian manusia itu sendiri.
Terbayang dalam “halusinasi”, seandainya bidang-bidang tanah yang luasnya 10 cm x 10 cm itu ditumbuhi tanaman, maka akan ada sesuatu yang dibutuhkan manusia dihasilkan olehnya tanaman tersebut. Berapa banyak bidang tanah “ruang sisa” tersebut yang ada di kota? Bisa kita akumulasi dan menjadi sebuah taman kota yang cukup luas dan tersebar di penjuru kota menjadi “paru-paru kecil” bagi kota tersebut. Jika kita cermati lagi, maka kita akan temukan “ruang sisa” di sekitar traffic light merupakan lokasi yang sangat strategis terhadap sumber polusi kendaraan bermotor. Sekali lagi terbayang seandainya kita berusaha berpikir “komersil” dalam memanfaatkan setiap jengkal tanah di sekitar kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar